Penerapan Hukum Terhadap Pelaku Kriminal: Deterrence atau Rehabilitasi?
Penerapan hukum terhadap pelaku kriminal merupakan topik yang selalu menarik untuk dibahas. Apakah pendekatan yang lebih efektif: deterrence atau rehabilitasi? Dalam dunia hukum, kedua konsep ini sering kali menjadi perdebatan yang panas.
Deterrence, atau hukuman sebagai bentuk pencegahan, merupakan pendekatan yang umum digunakan di berbagai negara. Menurut pakar hukum, Prof. Dr. H. Yusril Ihza Mahendra, deterrence adalah metode yang efektif untuk mencegah tindakan kriminal. Dalam wawancara dengan Detiknews, beliau menyatakan bahwa “hukuman yang tegas dan memberatkan dapat menjadi pelajaran bagi pelaku kriminal dan juga memberikan efek jera bagi masyarakat luas.”
Namun, pendekatan rehabilitasi juga memiliki tempatnya dalam sistem hukum. Menurut Dr. Sujitno, pakar kriminologi dari Universitas Indonesia, rehabilitasi memberikan kesempatan bagi pelaku kriminal untuk memperbaiki perilaku mereka dan kembali menjadi anggota yang produktif dalam masyarakat. Dalam studi yang dilakukan oleh Dr. Sujitno, ditemukan bahwa program rehabilitasi memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi dalam mengurangi tingkat kriminalitas.
Namun, dalam prakteknya, penerapan hukum terhadap pelaku kriminal seringkali menjadi kompleks. Faktor-faktor seperti kebijakan pemerintah, kondisi sosial ekonomi, dan tingkat pendidikan pelaku kriminal turut mempengaruhi efektivitas dari deterrence dan rehabilitasi.
Dalam konteks Indonesia, penerapan hukum terhadap pelaku kriminal masih menjadi persoalan yang kompleks. Berbagai kasus korupsi dan kejahatan lainnya masih sering terjadi, menunjukkan bahwa sistem hukum di Indonesia masih perlu diperbaiki.
Dalam menghadapi tantangan ini, penting bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk mempertimbangkan dengan seksama penerapan hukum terhadap pelaku kriminal. Deterrence dan rehabilitasi bukanlah pilihan yang mutlak, namun keduanya dapat digunakan secara bersamaan untuk mencapai tujuan yang lebih besar: menciptakan masyarakat yang adil dan bermartabat.
Dengan demikian, penerapan hukum terhadap pelaku kriminal seharusnya menjadi kombinasi antara deterrence dan rehabilitasi, dengan memperhatikan konteks sosial dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi perilaku kriminal. Hanya dengan pendekatan yang holistik, kita dapat mencapai keadilan yang sejati dalam sistem hukum kita.